Tahun 1995. Di negeri yang tidak pernah terdengar, Srebenica.

Awal mula membaca nama kota itu, saya membayangkan gedung-gedung berukir khas baroque. Dengan gargoyle yang bertengger terukir detil. Kota itu saya bayangkan sebagai kota penuh museum. Penuh fresco juga mural dalam gedung. Nama yang teramat cantik untuk sebuah kota pembantaian.

Meskipun pada akhirnya Mahkamah Internasional di Den Hag menghukum negara tempat bangunannya berdiri atas kekelaman di Srebenica.

Tapi mari jangan terlalu mengingat masa lalu kelam dari nama cantik itu. Pokok pikirannya adalah tahun 1995. Pada tahun yang sama, saya ingat saya masih sekolah dasar entah kelas satu atau dua.

Saya membaca hal yang traumatis hingga ini. Trauma yang toleran. Atas trauma itu saya menjadi lebih toleran akan hal apapun.

Ternyata benar jika orang-orang tua melarang anak-anak membaca atau melihat hal yang mengerikan.

Saya membaca dan dapat menggambarkan dengan jelas, bagaimana kondisi sebuah kamp pengungsian Yahudi di Polandia. Entah saya dapatkan dimana bacaan itu. Tapi yang paling mengerikan adalah, bagian penceritaan anak seusia saya pada waktu itu; menggunakan baju dari karung goni, juga sepatu dengan bahan yang sama, dan–garis bawahi– kainnya mengeluarkan kutu.

Dengan kaki bernanah karena sepatu sempit yang terkena basah lalu panas lalu basah lalu seterusnya.

Soal makanan? Jangan pernah tanyakan itu.

Yang saya ingat adalah hal mengerikan. Saya tidak pernah tahu mengapa mereka mengalami itu–sampai saya berusia belasan. Dan ternyata alasannya dapat diurai hanya dalam tiga kata: karena mereka Yahudi.

Di tahun yang sama saya membaca soal kutu dan nanah mengerikan dari anak Yahudi, di negeri jauh mungkin sedang terjadi hal yang persis sama: di Srebenica.

Jadi sebenarnya, apa yang saya baca pada saat itu bukan lagi kisah masa lalu, melainkan reportase langsung dengan seting tempat berbeda.

Sebagai anak-anak–yang membaca kisah mengerikan soal kutu dan nanah, saya tumbuh dalam ketakutan. Ketakutan mendewakan agama sebagai titah tanpa pikir. Bahwa alasan apapun tak sampai boleh menjadikan anak lain seusia saya berkutu bernanah mendengar tembak senapan kala tidur. Disaat saya menghabiskan 4 karton susu Ultra untuk membuat nyenyak tidur dalam selimut.

*Srebenica 1995, kota di Bosnia Herzegovina, terdapat pembantaian sekitar 8000 Muslim

5 thoughts on “Kisah Lalu Anak Yahudi

Leave a reply to triasyd Cancel reply